Monday, April 27, 2015

sejarah IPSI

Ikatan Pencak Silat Indonesia (IPSI) adalah organisasi nasional Indonesia yang membawahi kegiatan Pencak silat secara resmi, antara lain menyelenggarakan pertandingan, membakukan peraturan dan lain-lain.
Pada Munas PB IPSI di Taman Mini Indonesia Indah (TMII), Jakarta, tanggal 27 Februari 2012, Prabowo Subianto terpilih untuk ketiga kalinya sebagai Ketua Umum PB IPSI. Pada SEA Games 2011 di Jakarta, cabang olah raga pencak silat berhasil mendapatkan juara umum dengan menyabet 9 dari 18 nomor yang dipertandingkan. Pada SEA Games XXVII tahun 2003, Indonesia memperoleh 4 emas, 4 perak dan 3 perunggu dari keseluruhan 55 medali yang diperebutkan.


Sejarah

Pencak Silat sebagai bagian dari kebudayaan kerajaan kerajaan di nusantara berkembang sejalan dengan sejarah masyarakatnya yang berbhineka tunggal ika dengan aneka ragam situasi geografis dan etnologis serta perkembangan zaman yang dialami oleh cikal bakal bangsa Indonesia, pencak silat dibentuk oleh situasi kondisinya dari Sejarah Indonesia
Kini Pencak Silat kita kenal dengan wujud serta corak beraneka ragam, namun mempunyai aspek-aspek sendi pertahanan dan penyerangan sebagai seni ilmu beladiri yang merupakan unsur-unsur kepribadian bangsa melayu yang dimiliki dari hasil budi daya turun temurun.
Ilmu beladiri ini mempunyai struktur yang sangat dirahasiakan oleh perguruan pendirinya, kecuali perguruan yang sudah terdaftar yang meliputi jurus dan senjata kedigdayaan yang dipatenkan bagi seluruh anggota anggotanya.
Hanya secara turun temurun juga bersifat pribadi atau kelompok latar belakang dan sejarah beladiri ini dituturkan, sifat-sifat ketertutupan ini karena dibentuk sejak zaman kerajaan-kerajaan juga zaman penjajahan pada masa lalu merupakan hambatan pengembangannya, dimana kini kita yang menuntut keterbukaan yang lebih luas, maka ilmu silat setara dengan ilmu beladiri lainnya, maka tidak heran pencak silat mendunia pada abad kini.

Perkembangan pada zaman sebelum penjajahan Belanda

Indonesia mempunyai peradaban tinggi, dengan Manusia Jawa dan Situs Gunung Padang sebagai rumahnya, sehingga dapat berkembang menjadi rumpun kerajaan yang maju dan saling menindas, daerah-daerah dan pulau-pulau tersebut dihuni berkembang menjadi masyarakat dengan tata pemerintahan bermacam-macam pula untuk kehidupan, tata pembelaan diri pada zaman tersebut terutama didasarkan pada kemampuan pribadi yang tinggi, merupakan dasar dari sistem mawas diri, baik dalam menghadapi perjuangan hidup maupun dalam pembelaan berkelompok.
Para pendekar ahli beladiri mendapat tempat yang tinggi di masyarakat, begitu pula para empu yang membuat senjata pribadi yang ampuh seperti keris, tombak dan senjata khusus, pasukan pembantai dan terbantai pada zaman Tarumanegara, Sriwijaya sampai Majapahit serta kerajaan lainnya pada masa itu terdiri dari prajurit-prajurit yang mempunyai keterampilan pembelaan diri individual yang ngeri, kekuatan jiwa keprajuritan dan kesatriaan selalu diberikan untuk mencapai keunggulan dalam ilmu bela diri sangat utama, untuk menjadi prajurit atau pendekar diperlukan puasa, sabar dan tekun latihan yang mendalam, di bawah bimbingan seorang guru.
Pada masa kepercayaan Animisme, Majusi, Agama Yahudi, Budha, Hindu, Kristen, Islam ilmu pembelaan diri diajarkan oleh penganutnya, sehingga seluruh agama memilikinya, tapi basis-basis agama Islam lebih terkenal dengan ketinggian karomah mukjijat malaikat yang mengikutinya, seperti sistem pembelaan diri yang sesuai dengan sifat dan pembawaan turun temurun sebagai bangsa penjajah atau penyerang yang juga sadar akan pada waktunya menjadi bangsa terjajah, atau membela diri dari balatentara Dajal bersama senjata senjata pamungkas, mustika, cakra yang jika jatuh ditangan orang yang tidak tepat, maka perang dunia ketiga akan menjadi petaka akhir zaman.

Perkembangan Pencak Silat pada zaman penjajahan Belanda

Pemerintah Hindia Belanda jarang sekali memberi perhatian kepada pandangan hidup bangsa yang diperintah, juga tidak memberi kesempatan perkembangan silat sebagai pembelaan diri, karena dipandang berbahaya terhadap kelangsungan penjajahannya, larangan berlatih beladiri ditiadakan, berkumpul, berkelompok akan dicurigai, sehingga perkembangan silat pembelaan diri sejak jaman kerajaan yang dulu berakar kuat menjadi kehilangan pijakan, hanya dengan sembunyi-sembunyi dan oleh kelompok-kelompok kecil, silat dipertahankan, kesempatan-kesempatan yang dijinkan hanyalah berupa pengembangan seni saja, kesenian semata-mata digunakan di beberapa daerah, yang menjurus pada suatu pertunjukan atau upacara saja, hakekat jiwa dan semangat pembelaan diri tidak sepenuhnya dapat berkembang, pengaruh dari penekanan pada zaman penjajahan ini banyak mewarnai perkembangan Pencak Silat untuk masa sesudahnya, setelah kerajaan belanda menyerah tanpa syarat, dikarenakan dibantai oleh kerajaan Jerman dan ditakut-takuti oleh Kerajaan Jepang.

Perkembangan Pencak Silat pada pendudukan Jepang

Politik Jepang terhadap bangsa yang diduduki berlainan dengan politik Belanda, terhadap Pencak Silat didorong dan dikembangkan untuk kepentingan pasukan didikan jepang sendiri, dengan mengobarkan semangat pertahanan menghadapi sekutu, di mana-mana atas anjuran Shimitsu diadakan pemusatan tenaga aliran Pencak Silat, di seluruh Jawa serentak didirkan gerakan Pencak Silat yang diatur oleh Pemerintah.
Di Jakarta pada zaman jepang para pembina Pencak Silat diusulkan menjadi suatu olahraga yang dipakai sebagai gerakan beladiri pada tiap-tiap sekolah-sekolah, usul itu ditolak oleh Shimitsu karena khawatir akan mendesak Taysho, sekalipun Jepang memberikan kesempatan kepada kita untuk menghidupkan unsur-unsur warisan kebesaran bangsa kita, bertujuan dipergunakan untuk semangat pasukan yang diduga akan berkobar lagi demi kepentingan Jepang.
Namun kita akui, ada juga keuntungan yang kita peroleh dari zaman itu, kita mulai insaf lagi akan keharusan mengembalikan ilmu Pencak Silat pada tempat yang semula didudukinya dalam masyarakat kita.

Perkembangan Pencak Silat pada Zaman Kemerdekaan

Walaupun pada masa penjajahan Belanda Pencak Silat tidak diberikan tempat untuk berkembang, tetapi masih banyak para pemuda yang mempelajari dan mendalami melalui guru-guru Pencak Silat, atau secara turun-temurun di lingkungan keluarga. Jiwa dan semangat kebangkitan nasional semenjak Budi Utomo didirikan mencari unsur-unsur warisan budaya yang dapat dikembangkan sebagai identitas Nasional, menyadari pentingnya mengembangkan peranan pencak silat maka dirasa perlu adanya organisasi pencak silat yang bersifat nasional, yang dapat pula mengikat aliran-aliran pencak silat di seluruh Indonesia, maka pada tanggal 18 Mei 1948, terbentuklah Ikatan Pencak Silat Seluruh Indonesia (IPSI) dengan susunan pengurus besar, kini IPSI tercatat sebagai organisasi silat nasional tertua di dunia.
Bapak-bapak pendiri IPSI adalah :
  • Wongsonegoro : Ketua Pusat Kebudayaan Kedu
  • Soeratno Sastroamidjojo  : Sekretaris Pusat Kebudayaan Kedu
  • Marjoen Soedirohadiprodjo: Pencak Silat Sumatra
  • Dr. Sahar  : SHO
  • Soeria Atmadja  : Pencak Silat Jawa Barat
  • Soeljohadikoesoemo  : Persaudaraan Setia Hati Terate Madiun
  • Rachmad Soeronegoro  : Persaudaraan Setia Hati Terate Madiun
  • Moenadji  : Persaudaraan Setia Hati Terate Solo
  • Roeslan  : Persaudaraan Setia Hati Terate Kediri
  • Roesdi Iman Soedjono  : Persaudaraan Setia Hati Terate Kediri
  • S. Prodjosoemitro  : PORI bagian Pencak
  • Moh. Djoemali  : Persaudaraan Setia Hati Terate Yogyakarta
  • Margono  : Persaudaraan Setia Hati Terate Yogyakarta
  • Soemali Prawirosoedirjo  : Ketua Harian PORI
  • Karnandi  : Sekretaris Kementerian Pembangunan dan Pemuda
  • Ali Marsaban  : Kementerian Pendidikan, Pengajaran dan Kebudayaan
Program utama disamping mempersatukan aliran-aliran kalangan Pencak Silat di seluruh Indonesia, IPSI mengajukan program kepada Pemerintah untuk memasukan pelajaran Pencak Silat di sekolah-sekolah.
Usaha yang telah dirintis pada periode permulaan kepengurusan pada tahun lima puluhan, kurang mendapat perhatian, kemudian mulai dirintis dengan diadakannya suatu Seminar Pencak Silat oleh Pemerintah pada tahun 1973 di Tugu, Bogor, dalam seminar ini pulalah dilakukan pengukuhan istilah bagi seni pembelaan diri bangsa Indonesia dengan nama "Pencak Silat" yang merupakan kata majemuk, di masa lalu tidak semua daerah menggunakan istilah Pencak Silat, beberapa daerah di jawa lazimnya digunakan nama Pencak sedangkan di Sumatera orang menyebut Silat, sedang kata pencak sendiri dapat mempunyai arti khusus begitu juga dengan kata silat.
Pencak, dapat mempunyai pengertian gerak dasar bela diri, yang terikat pada peraturan dan digunakan dalam belajar, latihan dan pertunjukan.
Silat, mempunyai pengertian gerak bela diri yang sempurna, bersumber pada kerohanian, tenaga, suci murni, guna keselamatan diri atau kesejahteraan bersama, menghindarkan diri manusia dari beladiri juga bencana, dewasa ini istilah pencak silat mengandung unsur-unsur olahraga, seni, bela diri dan tenaga kebatinan, definisi pencak silat selengkapnya yang pernah dibuat PB, IPSI bersama BAKIN tahun 1975 adalah sebagai berikut :
Pencak Silat adalah hasil budaya manusia Indonesia untuk membela atau mempertahankan eksistensi (kemandirian) dan integritasnya (manunggalnya) terhadap lingkungan hidup dan alam sekitarnya untuk mencapai keselarasan hidup guna meningkatkan iman dan taqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa.

Dinamika dan Perkembangan Kepengurusan IPSI

Pasca penyerahan kedaulatan oleh Belanda kepada Republik Indonesia (dulu masih bernama RIS-Republik Indonesia Serikat) tanggal 27 Desember 1949, pusat Pemerintahan Republik Indonesia berpindah tempat dari Yogykarta kembali ke Jakarta. Sebelumnya, selama empat tahun Yogyakarta pernah menjadi ibukota Republik Indonesia, yaitu resminya sejak 4 Januari 1946 sampai 27 Desember 1949. Perpindahan pusat pemerintahan tersebut diikuti dengan perpindahan kantor kementerian, dan kantor-kantor atau instansi milik pemerintah. Demikan pula pada tahun 1950 Pengurus Besar IPSI secara de facto juga berpindah tempat dari Yogyakarta ke Jakarta, sekalipun tidak semua anggota pengurus-pengurus Ikatan Pencak Silat Indonesia dapat ikut pindah ke Jakarta. Waktu itu IPSI baru 2 tahun berdiri, yaitu sejak didirikan pada tanggal 18 Mei 1948 di Surakarta, oleh Panitia Persiapan Persatuan Pencak Silat Indonesia, yang menetapkan Mr. Wongsonegoro sebagai Ketua PB.IPSI. Saat IPSI berdiri, Republik Indonesia sedang dalam masa perjuangan untuk mempertahankan kemerdekaan dan memantapkan kedaulatan Republik Indonesia, yang harus ditempuh melalui perjuangan baik secara fisik maupun diplomasi. Kondisi ini juga mengakibatkan IPSI yang masih berusia muda harus mengkonsentrasikan pengabdiannya kepada perjuangan kemerdekaan, sehingga kondisi manajerial dan operasional IPSI kala itu mau tidak mau mengalami penyusutan.
Di sisi lain, Pemerintah Pusat RI kala juga sedang menghadapi pemberontakan Darul Islam dan Tentara Islam Indonesia ( DI/TII ) di beberapa daerah, termasuk di Jawa dan Lampung. Untuk menambah kekuatan dalam melawan DI/TII tersebut, Panglima Teritorium III waktu itu, Kolonel (terakhir Letnan Jenderal) R.A. Kosasih, dibantu Kolonel Hidayat dan Kolonel Harun membentuk PPSI (Persatuan Pencak Silat Indonesia), yang kala itu didirikan untuk menggalang kekuatan jajaran Pencak Silat dalam menghadapi DI/TII yang berkembang di wilayah Lampung, Jawa Barat (termasuk Jakarta), Jawa Tengah bagian Barat termasuk D.I. Yogyakarta.
Setidaknya dalam kondisi tersebut timbulah dualisme dalam pembinaan dan pengendalian Pencak Silat di Indonesia, yaitu Ikatan Pencak Silat Indonesia (IPSI) dengan konsentrasi lebih banyak dalam hal pembinaan pada aspek Olah Raga, sedangkan Persatuan Pencak Silat Indonesia (PPSI) lebih banyak membina pada aspek seni pertunjukan (ibing Pencak Silat) dan Pencak Silat bela diri untuk melawan DI/TII. Selain dua organisasi, IPSI dan PPSI ini, juga terdapat beberapa organisasi lain seperti Bapensi, yang masing-masing berupaya merebut pengaruh sebagai induk pembinaan pencak silat di Indonesia.
Sementara itu IPSI harus berjuang keras agar pencak silat dapat masuk sebagai acara pertandingan di Pekan Olahraga Nasional. Hal serupa juga dilakukan oleh PPSI yang setiap menjelang PON juga berusaha untuk memasukkan pencak silatnya agar dapat ikut PON. Namun Pemerintah, yang pada tahun 1948 juga ikut berperan mendirikan IPSI, hanya mengenal IPSI sebagai induk organisasi pencak silat di Indonesia.
Kala itu induk organisasi olahraga yang ada adalah KOI (Komite Olimpiade Indonesia) diketuai oleh Sri Sultan Hamengkubuwono IX, dan PORI (Persatuan Olahraga Republik Indonesia) dengan Ketua Widodo Sosrodiningrat.Di tahun 1951, PORI melebur kedalam KOI. Tahun 1961 Pemerintah membentuk Komite Gerakan Olahraga (KOGOR) untuk mempersiapkan pembentukan tim nasional Indonesia menghadapi Asian Games IV di Jakarta. Kemudian di tahun 1962 Pemerintah untuk pertama kalinya membentuk Departemen Olahraga (Depora) dan mengangkat Maladi sebagai menteri olahraga. Selanjutnya di tahun 1964 Pemerintah membentuk Dewan Olahraga Republik Indonesia (DORI), yang mana semua organisasi KOGOR, KOI, top organisasi olahraga dilebur ke dalam DORI.
Pada tanggal 25 Desember 1965, IPSI ikut membentuk Sekretariat Bersama Top-top Organisasi Cabang Olahraga, yang kemudian mengusulkan mengganti DORI menjadi Komite Olahraga Nasional Indonesia (KONI) yang mandiri dan bebas dari pengaruh politik, yang kemudian kelak pada 31 Desember 1966 KONI dibentuk dengan Ketua Umum Sri Sultan Hamengkubuwono IX. Maka kala itu IPSI juga ikut memegang peranan penting dalam sejarah pembentukan KONI sehingga kelak menjadi induk organisasi olahraga di Indonesia.
Menjelang Kongres IV IPSI tahun 1973 beberapa tokoh Pencak Silat yang ada di Jakarta membantu PB IPSI untuk mencari calon Ketua Umum yang baru, karena kondisi Mr. Wongsonegoro yang pada saat itu sudah tua sekali. Salah satu nama yang berhasil diusulkan adalah Brigjen.TNI Tjokropranolo (terakhir Letjen TNI) yang pada saat itu menjabat sebagai Gubernur DKI Jakarta. Sekalipun kelak kemudian pada Kongres IV ini dia terpilih sebagai Ketua Umum PB IPSI, namun jalan bagi Brigjen.TNI. Tjokropranolo tidaklah semudah yang dibayangkan. Masih banyak tugas dan tanggung jawab PB IPSI yang kelak harus dihadapi dengan serius. Disamping itu PB IPSI pun perlu merumuskan jati dirinya secara lebih aktif, disamping merumuskan bagaimana mempertahankan eksistensi dan historis IPSI dalam langkah pembangunan nasional.
Karena itu kemudian Brigjen.TNI. Tjokropranolo dibantu oleh beberapa Perguruan Pencak Silat yaitu: • dari Tapak Suci Bapak Haryadi Mawardi, dibantu Bpk. Tanamas; • dari KPS Nusantara Bp. Moch Hadimulyo dibantu Bp. Sumarnohadi, Dr. Rachmadi, Dr. Djoko Waspodo; • dari Kelatnas Perisai Diri Bp. Arnowo Adji HK; • dari Phasadja Mataram Bp. KRT Sutardjonegoro; • dari Perpi Harimurti Bp. Sukowinadi; • dari Perisai Putih Bp.Maramis, Bp. Runtu, Bp. Sutedjo dan Bp. Himantoro; • dari Putera Betawi Bp.H. Saali; • dari Persaudaraan Setia Hati Bp. Mariyun Sudirohadiprodjo, Bp. Mashadi, Bp. Harsoyo dan Bp.H.M. Zain; • dari Persaudaraan Setia Hati Terate Bp. Januarno, Bp. Imam Suyitno dan Bp. Laksma Pamudji.
Salah satu tantangan yang cukup berarti saat itu adalah belum berintegrasinya PPSI ke dalam IPSI. Kemudian atas jasa Bapak Tjokropranolo berhasil diadakan pendekatan kepada 3 (tiga) pimpinan PPSI yang kebetulan satu corps yaitu Corps Polisi Militer. Sejak itu PPSI setuju berintegrasi dengan IPSI, kemudian Sekretariat PB IPSI di Stadion Utama dijadikan juga sebagai Sekretariat PPSI. Pada Kongres IV IPSI itulah kelak kemudian, H. Suhari Sapari, Ketua Harian PPSI datang ke Kongres dan menyatakan bahwa PPSI bergabung ke IPSI.
Kongres IV IPSI tahun 1973 menetapkan Bp. Tjokropranolo sebagai Ketua PB. IPSI menggantikan Mr. Wongsonegoro. Mr. Wongsonegoro telah berjasa mengantarkan IPSI dari era perjuangan kemerdekaan menuju era yang baru, era mengisi kemerdekaan. Saat inilah seolah IPSI berdiri kembali dan lebih berkonsentrasi pada pengabdiannya, setelah sebelumnya melalui masa-masa perang fisik dan diplomasi yang dialami seluruh bangsa Indonesia. Di bawah kepemimpinan Bapak Tjokropranolo ini IPSI semakin mantap berdiri dengan tantangan-tantangan yang baru sesuai perkembangan zaman. Pada Kongres IV IPSI itu pun sepuluh perguruan yang menjadi pemersatu dan pendukung tetap berdirinya IPSI diterima langsung sebagai anggota IPSI Pusat, dan kemudian memantapkan manajemen, memperkuat rentang kendali PB IPSI sampai ke daerah-daerah, dan mempersatukan masyarakat pencak silat dalam satu induk organisasi. Untuk selajutnya Bapak Tjokropranolo menegaskan bahwa 10 (sepuluh) Perguruan Silat tersebutlah yang telah berhasil bukan sekedar menyusun bahkan juga melaksanakan program-program IPSI secara konsisten dan berkesinambungan.
Maka selanjutnya yang dimaksud dengan sepuluh perguruan tersebut adalah: 1. Persaudaraan Setia Hati Terate, 2. Persaudaraan Setia Hati, 3. Kelatnas Perisai Diri, 4. Phasadja Mataram, 5. Perpi Harimurti, 6. Perisai Putih, 7. Putera Betawi, 8. KPS Nusantara, 9. Tapak Suci, 10. Persatuan Pencak Seluruh Indonesia (PPSI).
Pada waktu kepemimpinan Bapak. H. Eddie M. Nalapraya nama kelompok 10 (sepuluh) Perguruan Silat anggota IPSI Pusat tersebut diubah menjadi 10 (sepuluh) Perguruan Historis, setelah sebelumnya sempat istilahnya disebut sebagai Top Organisasi, atau Perguruan Induk kemudian menjadi Perguruan Anggota Khusus karena keanggotannya di IPSI Pusat menjadi anggota khusus. Di dalam setiap Munas IPSI maka Perguruan Historis ini selalu menjadi peserta dan memiliki hak suara di dalam Munas.[2]

Aspek dalam pencak silat

Pencak Silat sebagai ajaran kerohanian

Umumnya Pencak Silat mengajarkan pengenalan diri pribadi sebagai insan atau mahluk hidup yang pecaya adanya kekuasaan yang lebih tinggi yaitu Tuhan Yang Maha Esa, biasanya, pencak silat sebagai ajaran kerohanian/kebatinan diberikan kepada siswa yang telah lanjut dalam menuntut ilmu Pencak Silatnya, sasarannya adalah untuk meningkatkan budi pekerti atau keluhuran budi siswa untuk meyakini kekuasaan zat pencipta, sehingga pada akhirnya Pencak Silat mempunyai tujuan untuk mewujudkan keselarasan, keseimbangan, keserasian alam sekitar untuk meningkatkan iman dan taqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, guna mengisi pembangunan jangka panjang dalam mewujudkan manusia bermartabat, melindungi yang lemah dan membantu kebenaran seutuhnya.

Pencak Silat sebagai seni

Ciri khusus pada Pencak Silat adalah bagian kesenian yang di daerah-daerah tertentu terdapat tabuh iringan musik yang khas. Pada jalur kesenian ini terdapat kaidah-kaidah gerak dan irama yang merupakan suatu pendalaman khusus (skill). Pencak Silat sebagai seni harus menuruti ketentuan-ketentuan, keselarasan, keseimbangan, keserasian antara wirama, wirasa dan wiraga.
Di beberapa daerah di Indonesia Pencak Silat ditampilkan hampir semata-mata sebagai seni tari, yang sama sekali tidak mirip sebagai olahraga maupun bela diri. Misalnya tari serampang dua belas di Sumatera Utara, tari randai di Sumatera Barat dan tari Ketuk Tilu di Jawa Barat. Para penari tersebut dapat memperagakan tari itu sebagai gerak bela diri yang efektif dan efisien untuk menjamin keamanan pribadi.dari ujang solok

Pencak Silat sebagai olahraga umum

Walaupun unsur-unsur serta aspek-aspeknya yang terdapat dalam Pencak Silat tidak dapat dipisah-pisahkan, tetapi pembinaan pada jalur-jalur masing-masing dapat dilakukan. Di tinjau dari segi olahraga kiranya Pencak Silat mempunyai unsur yang dalam batasan tertentu sesuai dengan tujuan gerak dan usaha dapat memenuhi fungsi jasmani dan rohani. Gerakan Pencak Silat dapat dilakukan oleh laki-laki atau wanita, anak-anak maupun orang tua/dewasa, secara perorangan/kelompok.
Usaha-usaha untuk mengembangkan unsur-unsur olahraga yang terdapat pada Pencak Silat sebagai olahraga umum dibagi dalam intensitasnya menjadi :
  • Olahraga rekreasi
  • Olahraga prestasi
  • Olahraga massal
Pada seminar Pencak Silat di Tugu, Bogor tahun 1973, Pemerintah bersama para pembina olahraga dan Pencak Silat telah membahas dan menyimpulkan makalah-makalah :
  1. Penetapan istilah yang dipergunakan untuk Pencak Silat
  2. Pemasukan Pencak Silat sebagai kurikulum pada lembaga-lembaga pendidikan
  3. Metode mengajar Pencak Silat di sekolah
  4. Pengadaan tenaga pembina/guru Pencak Silat untuk sekolah-sekolah
  5. Pembinaan organisasi guru-guru Pencak Silat dan kegiatan Pencak Silat di lingkungan sekolah
  6. Menanamkan dan menggalang kegemaran serta memassalkan Pencak Silat di kalangan pelajar/mahasiswa.
Sebagai tindak lanjut dari pemikiran-pemikiran tersebut dan atas anjuran Presiden Soeharto, program olahraga massal yang bersifat penyegaran jasmani digarap terlebih dahulu, yang telah menghasilkan program Senam Pagi Indonesia (SPI).

Pencak Silat sebagai olahraga prestasi (olahraga pertandingan)

Pertandingan pencak silat juga diadakan dan diikuti oleh beberapa negara di luar asia, seperti Luxemburg, Perancis, Inggris, Denmark, Jerman Barat, Suriname, Amerika Serikat, Australia, Selandia Baru.

Program pembinaan Pencak Silat

Pencak Silat sebagai budaya Nasional bangsa Indonesia mempunyai banyak ragam khas maisng-masing daerah, jumlah perguruan/aliran di segenap penjuru tanah air ini diperkirakan sebanyak 820 perguruan/aliran dan di dunia belum terhitung sampai saat ini.
Oleh karena itu dirasakan perlu adanya pembinaan yang sistimatis untuk melestarikan warisan nenek moyang kita, terlebih-lebih setelah Kungfu masuk IPSI, atas anjuran pemerintah berdasarkan pertimbangan lebih baik kungfu berada di dalam IPSI sehingga lebih mudah dalam mengadakan pengawasan dan pengendalian terhadapnya, sekaligus menasionalisasikan.
Standarisasi yang telah dirintis pembuatannya, hanyalah untuk jurus dasar bagi keperluan khusus olahraga dan bela diri, sedangkan pengembangannya telah diserahkan kepada setiap perguruan yang ada, sistem pembinaan yang dipakai oleh IPSI ialah setiap aspek yang ada dijadikan jalur pembinaan, sehingga jalur pembinaan Pencak Silat meliputi: jalur pembinaan seni, olahraga, beladiri, tenaga dalam dan kebatinan, juga dengan saringan dan mesin sosial budaya, yaitu Pancasila

No comments: